Jumat, 29 Januari 2016

Zainab Al Ghazali #Prison4

dakwatuna.com – Jika kita berbicara tentang para mujahid yang dirindu para bidadari syurga selayaknya Imam Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, dan Abdullah Azzam, rasanya belum lengkap apabila belum membahas ini dalam versi muslimahnya. Ya, mujahidah abad ini yang menjadi salah satu orang yang patut membuat cemburu para bidadari di syurga adalah Zainab Al-Ghazali. Muslimah tangguh itu seorang aktivis dan pendiri Jamaat Al-Sayyidat Al-Muslimat (Perhimpunan Perempuan Muslim) saat usianya masih sangat muda, 18 tahun. Beliau juga biasa disebut sebagai pejuang wanita Ikhwanul Muslimin.

Zainab Al-Ghazali adalah wanita yang sangat luar biasa. Tokoh perempuan asal Mesir ini begitu gigih memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan berdasarkan keyakinannya, sesuai doktrin ajaran Islam yang benar. Dia tidak setuju dengan ide-ide sekuler tentang gerakan pembebasan perempuan. Perhimpunan yang didirikannya pun mampu melahirkan generasi dai-dai wanita yang mempertahankan status perempuan dalam Islam. Mereka meyakini dan mampu meyakinkan masyarakat bahwa agama Islam memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan untuk memainkan peranan penting di masyarakat, baik itu memiliki pekerjaan, terjun di dunia politik, dan bebas dalam mengeluarkan pendapat, namun tetap tidak mengesampingkan fungsi utama perempuan dalam mengurus rumah tangga dan sebagai ibu.

Zainab Al-Ghazali mengingatkan kita pada sosok yang begitu dekat dengan negeri ini, RA. Kartini. Begitu pun dengan tulisan-tulisannya. Jika kita ingat tulisan Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” mengandung gagasan dan kecaman terhadap Barat, maka buah pena dari Zainab Al-Ghazali mampu menyeret dirinya hingga ke dalam tahanan.

Suatu ketika ia melihat kondisi pemerintahan Mesir melakukan kezhaliman yang luar biasa. Dilandasi semangatnya yang mendalam, Zainab mengirimkan tulisan ke media massa nasional yang isinya mengkritisi kebijakan pemerintah Mesir. Tulisan Zainab serta-merta mendapat respons negatif dari pemerintah Mesir. Maka, pada suatu malam diculiklah Zainab oleh aparat pemerintah Mesir. Zainab lalu dimasukkan ke kamar sempit yang gelap gulita dalam kondisi terikat. Beberapa menit kemudian lampu kamar dinyalakan. Dan ternyata di dalam kamar tersebut telah berkumpul puluhan ekor anjing yang disiapkan untuk menyiksa Zainab. Dengan dibalut pakaian putih, Zainab tak henti-hentinya berdoa.

“Ya Allah, sibukkanlah aku dengan mengingati-Mu, sehingga hal yang lain tak terasakan olehku”

Zainab Al-Ghazali dan Hamidah Quthb (inet)

Anjing-anjing tadi pun menyerang Zainab. Menggigit sekujur tubuh Zainab. Ia hanya mampu memejamkan mata, tak sanggup menyaksikan puluhan anjing tadi menggerogoti tubuhnya. Tak berapa lama kemudian, pintu kamar dibuka kembali dan lampu dinyalakan. Subhanallah, dengan izin Allah, Zainab tak mendapati sedikit pun luka di sekujur tubuhnya. Allah Azza wa Jalla telah menunjukkan kekuasaan-Nya pada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dan Zainab sebagai juru dakwah tulisan telah melakukan hal yang patut menjadi renungan untuk para aktivis dakwah tulisan pada hari ini.” (Dalam “Tinta-Tinta Dakwah”, Dwi Suwiknyo dkk)

Zainab Al-Ghazali meninggalkan jejak perjuangannya, ia wafat pada 3 Agustus 2005 di usia 88 tahun. Zainab telah mengajarkan banyak hal, dari kekuatan aqidahnya, perjuangan kewanitaannya hingga goresan-goresan penanya. Bahkan saat bebas dari tahanan ia mampu melahirkan karya berjudul Ayyamun min Hayati (Hari-Hari dari Hidupku). Di dalamnya, ia melukiskan bagaimana ia menerima siksaan yang melampaui kekuatan kebanyakan laki-laki saat berada dalam tahanan. Salah satunya adalah saat ia dimasukkan ke dalam ruangan gelap yang dipenuhi anjing-anjing lapar. Dalam buku itu, Zainab menegaskan bahwa hanya pertolongan Allah dan keyakinanlah yang membuatnya tabah dan membuatnya dapat bertahan hidup.

Ya, hanya kekuatan aqidah yang menghujam dari hati seorang muslim yang mampu mengantarkan kita pada ridha-Nya, meskipun pengorbanan yang ada datang bertubi-tubi. Saya jadi teringat dengan kisah Sayyid Quthb saat menjelang eksekusi kematiannya. Saat itu Sayyid Quthb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukkan atau menyerah kepada rezim thawaghut….”

Semoga dari kisah perjuangan para mujahid dan mujahidah ini dapat membuat kita semakin mencintai perjuangan di jalan-Nya. Amin allahumma amin…

Redaktur: Ardne

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/28/18483/renungan-kisah-dan-pena-zainab-al-ghazali/#ixzz3ye6nQ4EU
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Pola Pendidikan Pejuang Islam Generasi Pertama #Chapter2


Bismillah, melanjutkan tulisan ini buat gw memerlukan waktu panjang untuk meyakinkan diri aku siap, setidaknya pantas untuk menuliskan ini. Ingat tulisan pertamaku tentang muqadimah manhaj haraki tentang disonansi kognisi? (read:disonansi-kognisi-muslim-hari-ini) Gw termasuk orang yang gak suka dengan orang macem gini, lalu gimana gw hidup jika gw banyak melakukan sesuatu yang gak bersesuaian dengan keyakinan gw? Setelahnya gw akan pusing, bukan pusing 1/2 hari kadang lebih bisa berbulan-bulan bahkan. Maka menulis lanjutan dari tulisan Pola Pendidikan Pejuang Islam Generasi Pertama #Chapter1 bukanlah hal yang mudah, minimal gw harus membuat komitmen dengan diri gw untuk mau mencobanya sebelum gw menuliskannya. Ini hal yang gak sederhana. Bagaimana mungkin sederhana sedang tahap pertama pendidikan pejuang islam generasi pertama adalah menjadikan Al Qur'an sebagai satu-satunya sumber penerimaan. Iya, SATU-SATUnya. Artinya, gak boleh lagi setiap tindakan kita merujuk pada, toh hal begini udah umum dan gak masalah kok. Toh, ini sudah menjadi adat kebiasaan orang sini, jadi ya mesti gini. Muslim generasi pertama tak bisa demikian. Bahkan, seorang Umar bin Khattab yang didapati sedang membaca kitab Taurat mendapat kemarahan dari Rasulullah seraya berkata,
"Seandainya Musa hidup di antara kalian niscaya tidak boleh baginya kecuali mengikuti aku."
Generasi inilah yang kemudian oleh Sayyid Quthb disebut sebagai Generasi Qur'ani: Generasi yang Unik dalam bukunya Ma'alim fii Ath Thariq. Menurut Sayyid Quthb, " Terdapat fakta sejarah yang patut menjadi renungan bagi para pengemban dakwah Islam di mana saja dan pada siapa saja. Dan sudah selayaknya peristiwa tersebut dipedomani, karena hal itu merupakan efek yang signifikan berkenaan dengan manhaj dan orientasi dakwah. Dakwah Islam telah melahirkan sekelompok generasi manusia - yakni generasi sahabat r.a. - menjadi generasi yang sangat istimewa dalam sejarah Islam khususnya, dan sepanjang sejarah manusia pada umumnya. Namun, selanjutnya dakwah tersebut tidak melahirkan kembali generasi ini pada kali yang lain."

Iya, ada yang hilang dari proses transfer ilmu keislaman. Di masa generasi pertama seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, bahwa sahabat Rasulullah generasi pertama hanyalah diijinkan untuk menjadikan Al Qur'an sebagai satu2nya referensi dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Hal ini dikarenakan, penurunan Al Qur'an yang sifatnya bertahap ini memiliki tujuan khusus dari Allah. Penurunan Al Qur'an ini sendiri tahapannya disesuaikan dengan keadaan-keadaan yang rasul dan sahabatnya hadapi dalam memperjuangkan keislamannya. Sehingga, saat itu Al Qur'an benar2menjadi jawaban dan obat sekaligus petunjuk dari Allah dalam menghadapi segala permasalahan mereka. Oleh karena itu, setiap ayat pada masa itu kemudian hidup karena hidup dalam sanubari para sahabat yang langsung mengamalkannya. Al Qur'an dengan demikian menjadi fungsinya yang utama yaitu petunjuk dan pedoman kehidupan.
 

Rabu, 27 Januari 2016

Cita Rasa Itsar dari masa Ikrimah hingga Yusuf Nada


Satu kali, tersisa satu porsi makanan di klinik karena ada yang meninggal. Yusuf yang sedang di klinik disuruh mengantarkan ke sel 13. Penghuni sel gelap berkata, ‘Berikan ke sel di sebelah. Dia lebih butuh.’ Yusuf menemukan sumber suara itu. Hanya mata merah dan mulut yang terlihat. Badan lelaki itu terbakar, hitam, tak bisa dikenali. Yusuf membawa makanan ke sel sebelah. ‘Dia lebih memerlukan daripada saya….’ Sampai ke satu sel. Dalam sel itu nampak bagian-bagian lelaki. Bagian tubuh antara dua kakinya habis diterkam anjing yang dilaparkan.

Itsar yang merupakan puncak ukhuwah itu, kembali dicontohkan setelah diteladankan sahabat Rasulullah yang juga merupakan panglima perang. Ya, boleh jadi kisahnya kita tahu bahwa dalam akhir sebuah peperangan dahsyat Ikrimah telah mencontohkan apa itu ukhuwah yang sesungguhnya dengan mendahulukan kebutuhan saudaranya. Saat ia akan menjemput syahidnya, ia mengalami kehausan yang luar biasa, badannya terkulai tak berdaya, bekas2kegagahan perjuangan itu tampak disana-sini menghiasi badannya. Kemudian datanglah seseorang yang ingin memberinya minum. Namun, sebelum orang itu sampai ketempatnya ia mendengar saudara seimannya pun ada yang mengatakan, "air, air..." Maka ia mengatakan, "saudaraku yang disana lebih membutuhkan." Kemudian si pembawa minum mendatangi orang yang dimaksud, dan perkataan yang sama yang dilontarkan orang kedua ini terhadap si pembawa minum, "saudaraku yang disana lebih membutuhkan". Pun kemudian yang ketiga. Hingga saat si pembawa minum ini kembali kepada orang pertama, dia telah syahid, pun orang ke-2, dan yang ke-3. Inilah itsar yang merupakan puncak dari ukhuwah, yaitu dengan mendahulukan kepentingan saudara kita ketimbang kebutuhan kita hingga nyawa diujung leher sekalipun.

Dan, kisah perjuangan ini masih sama kawan. Maka, bagian manakah yang kemudian perlu direvisi jika ianya adalah bagian dari prinsip Islam?

More about Yusuf Nada: Yusuf Nada

Buya Hamka "Kisah Hamka di Penjara Sukabumi" #Prison2



Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas

Setelah Pemilihan Umum Pertama (1955), Hamka terpilih menjadi anggota Dewan Konstituante dari Masyumi mewakili Jawa Tengah. Setelah Konstituante dan Masyumi dibubarkan, Hamka memusatkan kegiatannya pada dakwah Islamiah dan memimpin jamaah Masjid Agung Al-Azhar, di samping tetap aktif di Muhammadiyah. Dari ceramah-ceramah di Masjid Agung itu lah lahir sebagian dari karya monumental Hamka, Tafsir Al-Azhar.

Zaman demokrasi terpimpin, Hamka pernah ditahan dengan tuduhan melanggar Penpres Anti-Subversif. Dia berada di tahanan Orde Lama itu selama dua tahun (1964-1966). Dalam tahanan itulah Hamka menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Azhar.

Waktu menulis Tafsir Al-Azhar, Hamka memasukkan beberapa pengalamannya saat berada di tahanan. Salah satunya berhubungan de ngan ayat 36 Surah az-Zumar, “Bukan kah Allah cukup sebagai Pelindung hamba-Nya...”. Pangkal ayat ini menjadi perisai bagi hamba Allah yang beriman dan Allah jadi pelindung sejati.

Sehubungan dengan maksud ayat di atas, Hamka menceritakan pengalaman beliau dalam tahanan di Sukabumi, akhir Maret 1964. Berikut kutipan lengkapnya. “Inspektur polisi yang memeriksa sambil memaksa agar saya mengakui suatu kesalahan yang difitnahkan ke atas diri, padahal saya tidak pernah berbuatnya. Inspektur itu masuk kembali ke dalam bilik tahanan saya membawa sebuah bungkusan, yang saya pandang sepintas lalu saya menyangka bahwa itu adalah sebuah tape recorder buat menyadap pengakuan saya.”

“Dia masuk dengan muka garang sebagai kebiasaan selama ini. Dan, saya menunggu dengan penuh tawakal kepada Tuhan dan memohon kekuatan kepada-Nya semata-mata. Setelah mata yang garang itu melihat saya dan saya sambut dengan sikap tenang pula, tiba-tiba kegarangan itu mulai menurun.”

“Setelah menanyakan apakah saya sudah makan malam, apakah saya sudah sembahyang, dan pertanyaan lain tentang penyelenggaraan makan minum saya, tiba-tiba dilihatnya arlojinya dan dia berkata, Biar besok saja dilanjutkan pertanyaan. Saudara istirahatlah dahulu malam ini, ujarnya dan dia pun keluar membawa bungkusan itu kembali.

Setelah dia agak jauh, masuklah polisi muda (agen polisi) yang ditugaskan menjaga saya, yang usianya baru kira-kira 25 tahun. Dia melihat terlebih dahulu kiri kanan. Setelah jelas tidak ada orang yang melihat, dia bersalam dengan saya sambil menangis, diciumnya tangan saya, lalu dia berkata, Alhamdulillah bapak selamat! Alhamdulillah! Mengapa, tanya saya. Bungkusan yang dibawa oleh Inspektur M itu adalah setrum. Kalau dikontakkan ke badan bapak, bapak bisa pingsan dan kalau sampai maksimum bisa mati.

Demikian jawaban polisi muda yang ditugaskan menjaga saya itu dengan berlinang air mata. Bapak sangka tape recorder, jawabku sedikit tersirap, tetapi saya bertambah ingat kepada Tuhan. Moga-moga Allah memelihara diri Bapak. Ah! Bapak orang baik, kata anak itu.

Dalam menghadapi paksaan, hinaan, dan hardikan di dalam tahanan, Hamka selalu berserah diri kepada Allah SWT. Termasuk ketika Inspektur M datang membawa bungkusan malam itu, Hamka tetap dengan pendirian. Bukankah Allah cukup sebagai pelindung hamba-Nya.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/11/25/lv86ue-cukup-allah-sebagai-pelindung-kisah-hamka-di-penjara-sukabumi

Sayyid Quthb #Prison1


Bismillah, judul yang sebenarnya dari tulisan ini adalah Telunjuk Yang Bersyahadat. 

Ulama, dai, serta para penyeru Islam mempersembahkan nyawanya di jalan Allah, atas dasar ikhlas kepada-Nya, senantiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati segenap manusia.

Di antara dai dan para penyeru Islam itu adalah syuhada (insya Allah) Sayyid Quthb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung, memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang memenggal beliau atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Di antara mereka yang beitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya di tahun (1966).

Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita:
Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan mengubah total kehidupan kami.

Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang-orang itu adalah penghianat negara yang telah bekerjasama dengan agen zionis Yahudi. Karena itu, dengan cara apa pun kami harus bisa mengorek rahasia dari mereka. Kami harus dapat membuat mereka buka mulut dengan cara apa pun, meski itu harus dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.

Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan negar dan melindungi masyarakat dari para "penjahat keji" yang telah bekerja sama dengan Yahudi hina.

Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami menyaksikan para 'pengkhianat' ini senantiasa menjaga shalat mereka, bahkan senantiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamullail (sholat malam-red) setiap malam, dalam keadaan apa pun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk memecahkan daging mereka, mereka tiada berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka senantiasa berzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat.

Beberapa di antara mereka berpulang menghadap Allah, sementara ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau sekawanan anjing lapar merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyum di bibir, dan lisan selalu basah mengingat nama Allah.

Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan 'penjahat keji' dan 'pengkhianat'? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh dalam menjalankan perintah agama adalah orang yang berkolaborasi dengan mush Allah?

Maka kami, aku dan temanku yang sama-sama bertugas dikepolisian ini, secara rahasia menyepakati, untuk sedapat mungkin berusaha tidak menyakiti orang-orang ini, serta memberikan batuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan izin Allah, tugas saya di penjara militer tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. kami diberi tahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan 'pengkhiant' itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh makar jahat mereka. Namanya Sayyid Quthb.

Orang ini agaknya telah mengalami siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus menyertenya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung.

Malam itu seorang syeikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi.

(Syeikh itu berkata, "Wahai Sayyid, ucapkanlah la ilaha illallah..." Sayyid Quthb hanya tersenyum lalu berkata, "Sampai juga engkau wahai Syeikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan mininggikan kalimat la illaha illallah, sementara engkau mencari makan dengan la illaha illallah."

Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku,menuntun tangannya dan membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana didalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap.

Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan denjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher beliau dan para tahanan lain. setelah semua siap, selluruh petugas bersiap menunggu peristiwa eksekusi.

Di tengah susana 'maut' yang begitu mencekamdan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausyah kepada saudar-saudaranya, untuk tetap teguh dan sabar, serta menyampaikan kabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan para sahabat. tausyah ini kemudian diakhiri dengang pekikan, "ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!" Aku gemetar mendengarnya.

Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda.

Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Quthb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bergetar, "Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni."

Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, "Tulislah saudaraku, satu kalimat saja.... Aku bersalah dan aku minta maaf..."

(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Quthb dipenjara, lalu datanglah saudarinya Aminah Quthb sembari membawa pesan dari rezim penguasa Mesir, meminta agar Sayyid Quthb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Nasser, maka ia akan diampuni. Sayyid Quthb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, "Telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rezim thawaghit..."-penerjemah).

Sayyid Quth menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa beliau berkata, "Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah berseida menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan akhirat yang abadi."

Perwira itu berkata, dengan nada sura bergetar karena sedih yang mencekam, "Tetapi Sayyid itu artinya kematian..."

Ustadz Sayyid Quthb berkata tenang, "Selamat datang kematian di jalan Allah... Sungguh Allah Mahabesar!"

Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. kami menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi untuk dilanjutkan.

Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Quthb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan melaksanakan eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk selama-lamanya.... Mereka mengucapkan, "La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah..."

Sejak hari itu aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan berusaha menjadihamba-Nya yang shaleh. Aku senantiasa berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga dirikudi dalam iman hingga akhir hayatku.

Diambil dari kumpulan kisah: "Mereka yang kembali kepada Allah" karya Muhammad Abdul Azis Al Musnad. Penerjemah Dr. Muhammad amin Taufiq. Courtesy: Al Firdaws English Forum. Yang disampaikan kembali melalui buku Ma'alim Fi Ath Thariq.

Mujek bukan ojek biasa!


Bismillah, yap... kali ini pengen cerita tentang mujek.... Jadi ya agan2sekalian, misi pembuatan mujek atau lengkapnya muslimah ojek sebenarnya udah lama bahkan sejak 2011, tapi baru terealisasikan desember kemaren setelah terjadi pergantian generasi ke generasi. Harapannya dengan mujek ini bisa ngebantu 2 hal, yaitu:

  1. mensejahterakan muslimah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahasiswa yang jauh dari perantauan, dan
  2. membantu jadi sarana dalam menjaga teman2perempuan kita supaya bisa meminimalisir sexual harassment, apalagi abusing.
Awalnya, selalu aja ada yang bertanya, "Kenapa mesti dibonceng perempuan, siapa juga yang bakal jatuh cinta sama mamang/abang ojek?"
Bukan sekedar jatuh cinta, tapi menjaga diri, mengingat anatomi tubuh perempuan itu berbeda dengan laki-laki, tau kan ya apa yang terjadi kalo si abang tetiba ngerem mendadak.... bukan mau bersuudzon sama abang2ojek, tapi ini porsinya berhati2berjaga2 jadi saya membuat pilihan yang jelas aman aja dan membuang perasaan ragu.

Nah, karena ini ojek muslimah, maka kita hanya bisa menerima pesanan dari perempuan aja, yang ganteng maap2aja yak...

Terus, siapa si yang punya ini? Yang punya adalah Allah, sehingga operasionalnya pun mencoba untuk menjaga syariat2yang dibuat oleh Allah. Oleh karena itu, kami tidak bisa menerima pesanan melebih waktu maghrib...

"Lah, katanya mau ngejagain, kan kalo malem2kita malah lebih butuh!"...
Iya, kita mau ngejagain hanya bagi mereka yang mau juga membantu dirinya supaya terjaga. Bagi kami, setiap muslim mempunyai 2 kewajiban utama yang diatur oleh Allah. Allah menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu - semacam sholat dan puasa - dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan  berhubungan dengan Allah swt. Sungguh suatu kebijakan yang seimbang dan sempurna. Atas kebutuhan dalam bertawadzun seperti inilah kemudian generasi pilihan Allah terdahulu tampil dengan julukan, "Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari."

Hal inilah yang kemudian berusaha kami teladani. Kami tidak ingin menjadikan usaha ini penghalang dari ibadah2kami terhadap Allah. Pun, kami tidak ingin hanya menjadi pengeluh yang kerjanya sibuk sendiri beribadan dan hanya mengeluh namun tidak memberikan solusi. Bukankah Allah telah menjadikan malam sebagai waktu yang istimewa hingga menjadikannya waktu yang diberkahi dan dekat ijabahnya jika kita menggunakannya dengan berdua dengan-Nya saja? Wallahu alam....

Sabtu, 23 Januari 2016

Pola Pendidikan Pejuang Islam Generasi Pertama #chapter1


Bismillah, huft... Finnaly waktunya menuliskan sesuatu yang berat disini... Yap, mari kita mulai!

Semua dari kita tentutahu bahwa ada 2 hal yang diwariskan rasululullah yang jika kita menjaganya maka kita akan selamat di dunia dan diakhirat. Yap, benar dua hal itu adalah Al Qur'an dan As sunnah. Hal ini tidak hanya berlaku setelah rasulullah menyampaikan hal tersebut, tetapi hal ini telah menjadi cara Allah dalam mendidik pendahulu pejuang islam.

Sistemnya begini, Kitab Allah (Al Qur'an) adalah sumber dasar islam, sunnah rasulullah saw. adalah penjelas dari kitab tersebut, sedang sirah (sejarah) kaum salaf (terdahulu) adalah contoh aplikatif dari perintah Allah dan ajaran Islam.

Lalu, seperti apa proses pendidikannya?
Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa rasulullah saw. pernah mengalami dakwah secara sembunyi-sembunyi. Dari pemaparan dalam tulisan saya yang sebelumnya (the secret) kita mendapatkan gambaran bahwa bukan nilai-nilai dakwahnya yang disembunyikan, tetapi manusianya, juga lokasi temoat pertemuannya dikarenakan jumlah pendukung yang masih sedikit, lemah pula kondisi status sosial dan pemahaman tentang islam yang memang baru turun beberapa ayat saja.

Maka dalam fase ini kerahasiaan fungsinya untuk menjaga bibit iman supaya mampu tumbuh dan menunggu Allah swt. saja yang menyatakan kapan mereka telah siap untuk dakwah secara terbuka. Pada fase ini bukan hanya sembunyi-sembunyi tanpa melakukan apa pun. Tapi, selama fase ini merupakan fase pendidikan yang paling sakral. Yaitu melalui pertemuan harian yang diadakan rutin di Darul Arqam. Di tempat inilah jiwa-jiwa itu diisi dengan Al Quran saja. Iya, hanya Al qur'an yang mulia.

Pada periode ini sang qiyadah dan murabbi (Nabi saw.) senantiasa berusaha menjaga kesatuan dan keunikan sumber penerimaan yaitu Al Qur'an. Padahal sebelumnya generasi ini adalah ummi (tidak mengenal bacaan dan tulisan). Generasi ini tidak pernah menerima ilmu sekuler. yang mencampur adukkan yang haq dan batil. Ia jauh dari filsafat Yunani, ilmu pengetahuan Romawi, atau hikmah Persia. Generasi ini hidup bahagia dengan wahyu Allah semata, diterima langsung dari lisan Rasulullah. Oleh sebab itu, ketika Rasulullah saw, melihat Umar ra. membaca lembaran Taurat, beliau marah seraya berkata,
"Seandainya Musa hidup di antara kalian niscaya tidak boleh baginya kecuali aku."
Ya, generasi awal ini dididik dengan hanya 1 sumber penerimaan yaitu Al Qur'an. Manakala setiap muslim telah mendapatkan bekal beberapa ayat dari Al Qur'an (cuma beberapa doank lho.... gak kayak sekarang Al Quran yang udah lengkap juga gak dipelajari-pelajari, boro2bakal ngarti :p). Padahal dengan beberapa ayat ini saja cukup untuk mengkader dan melahirkan generasi Qur'an yang unik. Namun, wahyu ini telah mampu merontokkan segala kotoran, ideologi, dan nilai-nilai jahiliah yang melekat di dada mereka, digantikan oleh nilai-nilai baru yang datang dari Allah, Penguasa alam semesta.