Bismillah, aku akui buku itu luar biasa. Lewat buku, seseorang dari dunia diseberang sana bisa membawa ketempat yang tak terbayang dan belum pernah kita jamah. Lewat buku, bahkan kita bisa menembus ruang dan waktu. Bahkan, seseorang pernah menuliskan bahwa jika mimpi adalah kunci dari kesuksesan, maka langkah selanjutnya menuju sukses adalah dengan membaca. Yah begitulah, buku itu katanya jendela dunia.
Sepertinya peribahasa buku adalah jendela dunia itu benar. Badan kita tetap dirumah, tapi sebagian pikiran kita dibawa ke dunia antah berantah.
Suatu ketika, aku mencoba memikirkan makna jendela. Kebetulan, saat aku pergi ke toko buku ada sebuah sisi didalamnya yang dibatasi dengan jendela kaca full 1 dinding. Aku berdiri ditengahnya, dan menghadap keluar. Kemudian berpikir, mungkin kurang lebih seperti ini membaca buku, bisa melihat apa yang terjadi diluar sana, kadang juga ada sedikit yang terdengar sayup-sayup dari balik jendela.
Hanya saja, sesaat kemudian aku teringat seseorang. Seseorang yang telah "memilih" kuncinya, mengambil langkah pertama dalam pencapaiannya dan kini ia ada dibalik jendela itu. Ya, diluar sana, menghadapi realitas sebenarnya. Karena sudah bukan dibalik jendela, maka entitas-entitas hidup maupun yang mati telah secara nyata ia rasakan. Indranya telah terasah untuk mencium bau masalah atau musuh yang mendekat, pun jika ada kesempatan bagus untuk diraih dan maju mendekati mimpi suksesnya.
Seketika aku pun sadar, buku itu pegangan sebelum perang, pedoman umum sebelum masuk suatu realitas. Dan, kenyataannya terlalu banyak pengalaman yang tak bisa disampaikan lewat buku. Misalnya saja begini, kita bisa saja membaca buku tentang wilayah lain di dunia ini, tapi tentu pengalaman yang kita dapat dari membaca buku dan pernah langsung ada di wilayah tersebut tentu beda. Mari kita tilik kerja seorang pencinta alam, butuh persiapan berminggu-minggu sebelum naik gunung, butuh waktu seharian bahkan lebih untuk mendaki gunung yang ditujunya dan butuh waktu berhari-hari mengobati lukanya, dan pengalaman panjang itu dituliskan tak lebih dari 1 artikel per orang. Bayangkan, ada berapa banyak momen yang terlewat yang tak bisa begitu saja dituangkan dalam tulisan? Sehebat apapun menjadi good reader, tak ada yang bisa mengalahkan pengalaman. Masih belum percaya? Ada contoh lagi, contohnya seorang master perencanaan sudah menuliskan detail perencanaan suatu bangunan, tapi ditengah jalan bisa saja dia mengalami adu mulut dengan mandor yang pangkatnya jauh lebih rendah dan kalah argumen karena mandor lebih tau betul keadaan lapangan dibanding orang yang hanya membuat rencana lalu menunggu hasil.
Dan, hidup ini adalah realita. Tak bisa kita terus bersembunyi dibalik jendela. Aku ingin menembus kaca jendela itu! Dan aku mengatakan pada diriku, berkaryalah, hiduplah sebenar-benar hidup! Selamat Berjuang!
_just_v in the middle of confusions_