Rabu, 30 April 2014

Politik Berketuhanan VS Politik Kesetanan #sesi1


Bismillah, niat untuk menuliskan tema politik sebenernya udah lama banget. Cuma baru membulatkan tekad hari ini harus banget ditulis. Hehe....

Kenapa  sih judulnya demikian yang aku pilih walaupun sebenarnya terlalu agung Allah Tuhan dan Rabb Semesta Alam yang Satu Yang Maha Segalanya dilawankan dengan setan yang cuma salah satu karakter cipataan-Nya? Jadi sebenernya ini diawali oleh obrolan. Kemarin sore 29 April, di kereta KRL Rancaekek-Bandung, tak sengaja aku bersebelahan dengan seorang bapak yang ditengah perjalanan, menanyaiku, apa yang sedang kubaca? Dan tentu saja kuperlihatkan covernya sambil mengatakan judulnya, "Mencari Pahlawan Indonesia". Bapak itu pun menatap erat covernya dan mendapati nama Anis Matta di cover bukunya, dan seketika beliau mengatakan, "oh tentang PKS ya?". Seketika akupun menjawab, "Bukan, tentang kepahlawanan, karakter para pahlawan disetiap zaman beserta penyakitnya, gak ada kaitan atau hal yang menyebut-nyebut tentang PKS." Kemudian, entah berlanjut kemana hingga pada akhirnya bapak tersebut membicarakan tentang dasar berpolitik ada 2, politik berketuhanan dan politik kesetanan. Politik berketuhanan yang aku tangkap dari pembicaraan bapaknya adalah politik yang sadar bahwa kekuasaan terbesar adalah milik Tuhan, dan segala kekuasaan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak, mungkin rakyat bisa dibohongi, tapi saat Tuhan menjadi penopangnya, maka kejujuran dan beratnya amanah akan menjadi kekuatan sang penguasa untuk terus bekerja melayani masyarakat. Kerennya lagi, bapak ini bilang lain ceritanya kalo politik kesetanan, politik yang menghalalkan segala cara, yang gurunya adalah Machiavelli, tujuannya sederhana pelanggengan kekuasaan, miskin sedikit takut, turun jabatan tak nyaman, maka jadilah segala cara bersih-kotor dijalankan. Dalam hati agak kagum, huwaa bapaknya tau Machiavelli-lah. Sayang keretaku telah sampai distasiun tujuanku, maka segera aku pamit dan turun dari kereta sebelum aku dibawa jauh oleh kereta tersebut ke stasiun berikutnya.

Kurang lebih ucapan yang disampaikan bapak tersebut sebenarnya mirip dengan yang disampaikan Ibnu Khaldun di Muqadimahnya yaitu kekuasaan dan politik bermuara dari pemahaman bahwa kekuasaan dan politik merupakan tanggung jawab dan amanah dari Allah dalam rangka implementasi undang-undang-Nya bagi segenap manusia untuk kemaslahatan(kebaikan). Membantu yang lemah, merangkul semua pihak, menjunjung tinggi hukum, mendengar aspirasi, mengentas para mustadh'afin, berprasangka baik terhadap pemeluk agama, menghindari tindakan makar dan lain-lain, adalah cermin etika politik yang semestinya menjadi pijakan praktis dalam setiap tindakan politik. Jelasnya, konsep yang ditawarkan ibnu khaldun ini adalah bagaimana agar kekuasaan maupun politik itu senantiasa direfleksikan bergandengan dengan rasa kemanusiaan.

Pandangan inilah yang membedakan antara ibnu Khaldun dan Nicollo Machiavelli (1469-1528 M) seorang filsuf dan politikus berkebangsaan italia yang menulis ide-ide bangunan sosialpolitik kenegaraan dalam bukunya The Prince. Dalam buku tersebut Machiavelli mempropagandakan sistem baru yang liberal secara religi maupun moral, sehiangga aliran Machiavelli (Machiavellisme) tidak peduli apakah tindakan politik yang dijalankan itu bermuatan trick-trick, tipu daya, jujur atau tidak jujur asalkan tujuan tercapai.

Dan pemikiran ini diperparah dengan kenyataan media massa yang cenderung menjadikan berita pemerintahan sebagai bisnis hiburan. Dalam artian, mana yang paling banyak mendapatkan rating meski itu menjatuhkan reputasi pemerintah sendiri dengan memblow up isu2pemerintah yang kotor, yang korup berulang kali-berulang kali, hingga yang terjadi di masyarakat adalah pembenaran, pemerintah aja korup, masa rakyat kecil gak boleh, atau minimal buat apa ikut serta dalam pesta demokrasi yang hasilnya hanya akan menciptakan koruptor. Padahal yang namanya masa depan itu belum tentu, tak pernah ada yang pasti dengan masa depan. Yah, menurut gw masyarakat akhirnya lelah memikirkan perbaikan bangsa ini, dan akhirnya memilih fokus pada kesejahteraan pribadi yang tak kunjung sejahtera dan kembali mengkambinghitamkan pemerntah yang padahal sudah mendapat kesempatan untuk merubah saat pemilu tapi dibuangnya begitu saja.

Dan serunya lagi segala elemen ini bekerja sesuai dengan pemikiran dan doktrin zionisme. Gw pun tadinya gak percaya, tapi terlalu sama, terlalu mirip untuk jadi kebetulan antara realitas dengan pemikiran dan doktrin zionisme yang gw dapati di buku Gerakan Keagamaan dan Pemikiran yang diterbitkan oleh WAMY (World Assembly of Muslim Youth).  Dan mau ada sebanyak apa pun pemikiran sebenernya manusia punya kebebasan untuk menentukan pemikiran yang mana yang akan menjadi prinsip hidupnya, baik gaya ibnu khaldun maupun machiavelli. Dan masa depan yang mana yang akan dipilih sebenarnya ada ditangan kita semua yang berjuang untuk kemudian bertemu takdir suatu masa, baik kemajuan ataupun kehancuran. Memperjuangkan kebaikan atau putus asa....
To be Continued....
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar