Minggu, 09 September 2012

Bahasa Tangisan.... :D


Tangisan, apa yang terpikir pertama dibenakmu saat mendapati kata itu? Kesedihankah? Lukakah? Atau yang lain? Setiap orang bebas berinterpretasi, justru disitulah sisi keluarbiasaan Allah tergambarkan bagiku. Sisi dimana, begitu banyak manusia yang ada, tapi tak pernah satu pun yang tercipta sama, termasuk mereka yang kembar identik. Cut! :)

Oke, kita balik ke topik utama, tangisan. Berdasarkan pengalaman dan banyaknya interaksi, sebagian besar orang menginterpretasi tangisan sebagai bentuk kesedihan, kemenderitaan, dan kepapaan yang menghenyakkan, memecah hening kehidupan. Memang hal itu wajar, karena pada kebanyakannya pun memang demikian.

Tapi, disini aku ingin menceritakan tangisan yang lain. Tangisan dengan bahasanya sendiri yang tanpa kata justru mampu menggugah sesuatu dalam jiwa orang yang mendengarnya. Tangisan yang dalam isaknya justru kita menemukan cinta. (Haha, aneh ya gw ngomong cinta :p) Tangisan yang dalam bulirnya aku yakin malaikat mencatatnya sebagai bulir-bulir ibadah. Atau tangis yang dalam diamnya memecah hati yang beku terpapar kehangatan jiwa. Utopiskah menurut kalian bahwa hal semacam yang aku sampaikan di paragraf ini? Kalau kalian berpikir ini utopis, maka aku turut berduka cita buat kalian semua yang gak pernah tau betapa tangisan itu mengisahkan rasa sayang terhadap kalian yang mungkin kalian gak pernah kenal, atau bahkan hanya pernah berpapasan dan ternyata dalam diam orang yang kalian lalui ada doa yang tersemat untuk kalian, tanpa tau nama, apalagi identitas.

Bagiku, tangis tangis ini begitu mewah. Begitu mahal meruah. Begitu sejuk selayaknya air yang meresap ke tanah kering. Begitu indah tak kenal darah.

Aku mendapati tangis itu di wajah-wajah para pejuang dakwah. Wajah yang aku yakin, tak hanya para perempuan yang mampu menangis, tapi juga para lelakinya. (gw belom pernah liat si, tapi gw yakin mereka sering nangis saat berkhalwat sama Allah dengan segala curhatnya :p). Wajah yang menangis, saat dia merasa belum optimal yang padahal dia sudah mengorbankan begitu banyak hal, untuk Allah, untuk dakwah ini, untuk sedikit merasa lega dengan memberi kebermanfaatan pada orang lain, juga termasuk kalian semua. Wajah yang menangisi diri, saat begitu banyak yang harus dibenahi saat melihat media massa yang selalu berisi berita buruk tentang negeri ini. Wajah yang menangis saat kebingungan apa lagi yang bisa ia perbuat untuk memperbaiki keadaan, untuk memperbaiki kehidupan, dan peradaban.

Tangisan-tangisan yang melintas di wajah mereka, tak sekedar tangisan cengeng anak manja, tapi mereka di didik untuk mampu merasakan kepekaan terhadap lingkungan. Tangisan yang dalam waktu singkat justru mampu mengubah energinya menjadi kekuatan tak terbayangkan, untuk kembali bangkit, dan bersatu kemudian kembali berjuang. Dan hebatnya, mereka bukan sedang memperjuangkan diri mereka sendiri, mereka justru sedang memperjuangkan sebuah kepastian. Kepastian yang hakiki. Bukan hanya kebaikan untuk mereka, tapi kebaikan untuk semua. Karena yang mereka pekikkan selalu adalah pembuktian Islam sebagai rahmatan lil alamin. Rahmat bagi seluruh alam. Bukan hanya untuk aku, kamu, atau golongan manapun dengan kepercayaan apa pun. Hanya Rahmatan alamin. Untuk semua. Dan pekikku dalam jiwa, wahai para pejuang peradaban teruslah berjuang!

just_v@the corner of silent

Tidak ada komentar:

Posting Komentar