Rabu, 27 Januari 2016

Mujek bukan ojek biasa!


Bismillah, yap... kali ini pengen cerita tentang mujek.... Jadi ya agan2sekalian, misi pembuatan mujek atau lengkapnya muslimah ojek sebenarnya udah lama bahkan sejak 2011, tapi baru terealisasikan desember kemaren setelah terjadi pergantian generasi ke generasi. Harapannya dengan mujek ini bisa ngebantu 2 hal, yaitu:

  1. mensejahterakan muslimah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahasiswa yang jauh dari perantauan, dan
  2. membantu jadi sarana dalam menjaga teman2perempuan kita supaya bisa meminimalisir sexual harassment, apalagi abusing.
Awalnya, selalu aja ada yang bertanya, "Kenapa mesti dibonceng perempuan, siapa juga yang bakal jatuh cinta sama mamang/abang ojek?"
Bukan sekedar jatuh cinta, tapi menjaga diri, mengingat anatomi tubuh perempuan itu berbeda dengan laki-laki, tau kan ya apa yang terjadi kalo si abang tetiba ngerem mendadak.... bukan mau bersuudzon sama abang2ojek, tapi ini porsinya berhati2berjaga2 jadi saya membuat pilihan yang jelas aman aja dan membuang perasaan ragu.

Nah, karena ini ojek muslimah, maka kita hanya bisa menerima pesanan dari perempuan aja, yang ganteng maap2aja yak...

Terus, siapa si yang punya ini? Yang punya adalah Allah, sehingga operasionalnya pun mencoba untuk menjaga syariat2yang dibuat oleh Allah. Oleh karena itu, kami tidak bisa menerima pesanan melebih waktu maghrib...

"Lah, katanya mau ngejagain, kan kalo malem2kita malah lebih butuh!"...
Iya, kita mau ngejagain hanya bagi mereka yang mau juga membantu dirinya supaya terjaga. Bagi kami, setiap muslim mempunyai 2 kewajiban utama yang diatur oleh Allah. Allah menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu - semacam sholat dan puasa - dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan  berhubungan dengan Allah swt. Sungguh suatu kebijakan yang seimbang dan sempurna. Atas kebutuhan dalam bertawadzun seperti inilah kemudian generasi pilihan Allah terdahulu tampil dengan julukan, "Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari."

Hal inilah yang kemudian berusaha kami teladani. Kami tidak ingin menjadikan usaha ini penghalang dari ibadah2kami terhadap Allah. Pun, kami tidak ingin hanya menjadi pengeluh yang kerjanya sibuk sendiri beribadan dan hanya mengeluh namun tidak memberikan solusi. Bukankah Allah telah menjadikan malam sebagai waktu yang istimewa hingga menjadikannya waktu yang diberkahi dan dekat ijabahnya jika kita menggunakannya dengan berdua dengan-Nya saja? Wallahu alam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar